Kumpulan Cerita
Rakyat - Alhamdulillah saya telah menyelesaikan beberapa Cerita Rakyat meskipun
tidak semua Cerita Rakyat saya share, Cerita Rakyat Legenda memang ciri khas
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya dan bahasa oleh karena
itu kita sebagai Warga negara Indonesai wajib mengetahui Cerita Rakyat Legenda
Nusantara, minimalnya Cerita Rakyat yang ada didaerah kita.
Mungkin Cerita
Rakyat yang saya share dibawah ini adalah Hanya sebagian atau bahkan Sedikit
Cerita Rakyat yang ada di Indonesia akan tetapi saya akan berusaha untuk
membuat teman teman terbantu untuk membuat atau mencari tugas Sekolah dan juga
saya sebagai Warga negara Indonesia hanya ingin mengenalkan warisan nenek
moyang kita yang kaya akan Cerita Rakyat, kalau begitu langsung saja, marilah
kita membaca Cerita Rakyat dibawah ini .
BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH (RIAU-SUMATERA)
Pada jaman dahulu
kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan
seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga
yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup
rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya
meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal
pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang
putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia
sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya
menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih
berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia meikah saja dengan ibu Bawang merah,
supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan
dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah.
Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih.
Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi
bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi
berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara
Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih
tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah
Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang
merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang
putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh,
untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya.
Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke
sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak
pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan
gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti
anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti
biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai.
Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang
biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua
pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak
menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang
hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu
tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk
mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke
rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!”
bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu!
Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih
terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya
mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga
menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap
juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana.
Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih
melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih
bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut
lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya
lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,”
kata paman itu.
“Baiklah paman,
terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari
sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan
tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari
sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan
mengetuknya.
“Permisi…!” kata
Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?”
tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih
nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang
kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah
baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek
menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu
tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata
nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu
disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun,
bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan
kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek
selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih
dengan tersenyum.
Selama seminggu
Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu
mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga
akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu
kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti.
Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi,
kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih
menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih
memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,”
katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di
rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia
pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih
ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat
banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu
tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata
tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa
mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita
bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama
tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang
merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih,
bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti
bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya
bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus
karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek
itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku
labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah.
Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang
ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa
mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah
bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang
dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh
bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah
labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut,
melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain.
Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas.
Itulah balasan bagi orang yang serakah.
TIMUN EMAS (JAWA TENGAH)
TIMUN EMAS (JAWA TENGAH)
Pada zaman dahulu,
hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat
hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang
anak pun.
Setiap hari mereka
berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak.
Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu
mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji
mentimun.
“Tanamlah biji ini.
Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata Raksasa. “Terima
kasih, Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun
anak itu harus kalian serahkan padaku,” sahut Raksasa. Suami istri itu sangat
merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.
Suami istri petani
itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman
yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah
sebuah mentimun berwarna keemasan.
Buah mentimun itu
semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya.
Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam
buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat
bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.
Tahun demi tahun
berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat
bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun
Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil
Timun Mas.
Petani itu mencoba
tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan
memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui anaknya. “Anakkku, ambillah
ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. “Ini akan menolongmu
melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun
segera melarikan diri.
Suami istri itu
sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi
santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu,
telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu.
Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.
Raksasa segera
berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil
segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah
Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa
berenang dengan susah payah.
Timun Mas berlari
lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali
mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu
dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam
memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari
menyelamatkan diri.
Tapi Raksasa sungguh
kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas pun mengeluarkan
benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah
kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun
makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak
makan, Raksasa tertidur.
Timun Mas kembali
melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis.
Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi
hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya
yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah
danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya
hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa
panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.
Timun Mas lega. Ia
telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun
Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya. “Terima
Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku,” kata mereka gembira.
Sejak saat itu Timun
Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa
ketakutan lagi.
MALIN KUNDANG (SUMATERA BARAT)
Pada suatu hari,
hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu
mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga
mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri
seberang.
Besar harapan malin
dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang
nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan
lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan
Malin Kundang dan ibunya.
Setelah Malin
Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang
dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi
seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan
seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.
Selama berada di
kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal
yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada
teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam
hal perkapalan.
Banyak pulau sudah
dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal
yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan
para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian
besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para
bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para
bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di
sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang
terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan
menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin
Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya
menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa
yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama
kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal
dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi
kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Setelah beberapa
lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar
dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin
Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah
itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas
geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin
Kundang beserta istrinya.
Malin Kundang pun
turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat
belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia
dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu
lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang.
Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga
terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai
ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak
mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju
compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang.
"Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku
agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar
pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat
marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang
memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan,
kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa
lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan
kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan
lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Sekian dulu ya kawan-kawan, semoga bermanfaat bagi kalian semua.
insyaallah lain kali akan di share yang lainnya.
GOOD BYE